DJABARPOS.COM, Bandung – Menanggapi kisruh lahan untuk pemakaman korban covid-19 di desa Lebak Saat, Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi utara, Kota Cimahi, Ketua DPD Himpunan Advokat Indonesia (HAPI) Jawa Barat Deni Hermawan SH menilai, untuk mengatasi permasalahan itu sudah seharusnya pihak KPK untuk segera campur tangan dan melakukan audit terhadap kuasa pengguna anggaran. Pasalnya, anggaran yang digunakan untuk pembelian lahan tersebut adalah uang negara.
“KPK harus segera campur tangan dalam menyelesaikan masalah itu. Apapun alasannya, dana yang dipakai untuk pembelian lahan itu adalah uang negara”, tandasnya.
Baca Juga : Lahan Pemakaman Covid 19 Cipageuran Bermasalah ?
Mantan camat kecamatan Cimahi utara yang notabene sebagai pejabat pembuat akta tanah (PPAT) dan kini menjabat Kepala Dinas Perhubungan Cimahi Hendra, saat dikonfirmasi melalui tlp aplikasi WA, Rabu (10/3/2021) mengatakan, perkara lahan itu sedang dalam proses mediasi yang ditangani oleh bagian aset/pemerintahan dan BPN pemkot Cimahi.
“Untuk lebih jelasnya, Kabid pemerintahan pemkot Cimahi Lilik nanti yang akan menjelaskan”, katanya.
Senin (15/3’21), ditemui di kantornya di Bagian Pemerintahan Pemkot Cimahi, mantan lurah Cipageran Lilik Dwi Yulianto didampingi Rina menjelaskan, kesalahan utama atas lahan itu adalah penunjukan batas yang tidak tepat dari pak Yayat dan bu Nancy.
“Kemungkinan bu Nancy tidak tepat dalam penunjukan batas”, ujarnya.
Pada akhir tahun 2020 sudah diselesaikan oleh pihak DPKP, dengan empat AJB.
Disinggung tentang tidak adanya panitia sembilan dalam pengadaan lahan tersebut, Lilik menegaskan tidak harus ada panitia sembilan. Karena menurut Undang-undang nomor 2 Tahun 2012, tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum. Jika lahan yang dibutuhkan diatas 5 hektar, harus ada panitia sembilan. Sementara lahan di Cipageran itu kurang atau dibawah lima hektar, jelasnya seraya menambahkan transaksi itu tidak kena pajak karena dibeli oleh pihak pemkot Cimahi.
“Tidak kena pajak karena pemkot yang membeli”, ujarnya.
Kajari Cimahi saat akan dikonfirmasi tentang perkembangan kasus tersebut, DjabarPos.com diterima oleh petugas PTSP Kajari Cimahi Ranti, yang menyarankan untuk kepentingan konfirmasi harus jelas kasus atau perkaranya. Karena di Kajari Cimahi tidak ada humas.
“Karena di Kajari Cimahi tidak ada humas, untuk melakukan konfirmasi harus jelas kasus atau perkaranya. Jadi bisa menentukan siapa orang yang akan dikonfirmasinya”, jelasnya.
Lihat Juga : Kejari Cimahi Terbitkan 2 Sprindik Kasus Tipikor Dugaan Pungli dan Pengadaan Tanah Pemakaman Covid-19
Sebelumnya ramai diberitakan, status lahan peruntukkan pemakaman korban covid-19 yang terletak di Rw12, Lebak Saat, Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi utara, Kota Cimahi diduga kuat bermasalah. Pasalnya, lahan yang luasnya kurang lebih 790 M2 tersebut sempat menjadi perbincangan di masyarakat, menyusul adanya warga dari luar Lebak yang mengklaim atau menyatakan bahwa sebagian lahan yang dipagar keliling oleh pemkot Cimahi itu adalah miliknya. Pernyataan itu sontak menuai reaksi banyak pihak, salah satunya Herry penggarap lahan tersebut.
Herry menjelaskan bahwa lahan yang diklaim oleh pak Yayat terhadap pemkot itu dan sebelum diambil alih oleh pemkot, selama 15 tahun menggarap di lahan itu tidak pernah didatangi oleh pihak Yayat.
“Lahan yang saya garap adalah lahan miliknya pak Ibro almarhum yang dijual kepada ibu Nancy, pengembang perumahan disekitar Cimahi yang kemudian diserahkan kepada pihak pemkot untuk sarana umum atau fasos dan fasum.
Masih menurut Herry, lahan yang digarapnya sudah diserahkan kepada pihak pemkot dan tidak ada masalah.
“Saya sadar bahwa itu bukan hak saya. Saya juga sebagai saksi bahwa lahan tersebut dipatok untuk pemakaman meski belakangan diatas lahan itu berdiri bangunan kantor Citarum Harum dan untuk kepentingan umum,” katanya seraya menambahkan bahwa diluar tanah garapannya yang letaknya agak sedikit dibawah itu milik orang Batak.
Saat disinggung apakah dirinya mengetahui tentang proses jual beli lahan itu, Herry mengaku tidak mengetahui.
“Yang saya tahu lahan yang letaknya agak tinggi diatas itu sempat diributkan oleh pihak Yayat yang katanya lahan seluas kurang lebih 790 M2 itu sudah dibuatkan akte jual belinya atas nama Yayat. Padahal, lahan yang sama itu adalah milik pemkot dengan bukti sertifikat tahun 2007.
Hal ini yang menjadi pertanyaan banyak pihak. Kenapa bisa sampai terjadi dan dibuatkan akte jual beli oleh camat Cimahi Utara, yang saat itu dijabat oleh Hendra semasa dengan lurah Cipageran yang dipimpin oleh Lilik.
Tahun lalu permasalahan ini sempat mencuat kepermukaan dan ramai diberitakan di surat kabar tentang status lahan tersebut. Dan persoalan itu sudah diselesaikan oleh pihak pemerintahan dan aset. Namun demikian, kesimpulan siapa pemilik untuk status lahan itu tetap tidak jelas antara pihak Yayat atau milik Pemerintahan Kota Cimahi. Di akhir tahun anggaran 2020, tersiar kabar bahwa pihak pemkot telah membayar kepada pihak Yayat dengan nilai yang cukup fantastis yakni sekitar Rp500 juta. Praduga tajampun kembali muncul ada apa dengan proses akte jual beli yang dileluarkan oleh pejabat terkait.
Yayat yang ditemui DjabarPos.com di rumahnya di Kp. Cileutik Rt 02 14, Kel. Cipageran, Kec. Cimahi Utara, Kamis (12/2/2021) menuturkan, lahan tersebut dibeli dari pihak developer pada tahun 2018 lengkap dengan dokumen Akta Jual Beli (AJB) an. Yayat.
Pada tahun 2020 lahan seluas 791 m2 itu dijual kepada pihak pemkot Cimahi dengan harga Rp 569 jt.
“Sementara untuk biaya PPh dan PPHTB sebesar Rp 12jt, diganti oleh Pak Ngatiyana”, katanya.(Nino)
Kok bisa ya lahan yang sdh bersertifikat dibeli kembali???