DJABARPOS.COM, Bandung – Sebuah ironi yang menyesakkan dada terjadi di dunia pendidikan Jawa Barat. SMA Tamansiswa Bandung, sekolah yang dulu berjasa mencetak para juara nasional seperti Taufik Hidayat, Eka Ramdani, dan Atep, kini hanya dihuni satu murid baru.
Bukan salah mutu, bukan pula minim prestasi. Tapi karena sekolah ini tercekik perlahan oleh kebijakan yang disebut-sebut berpihak pada rakyat, namun membunuh sekolah swasta pelan-pelan.
“Tahun ini, hanya satu yang tersisa. Dari 12 pendaftar, semuanya pindah ke sekolah negeri setelah kuota diumumkan. Kami kehabisan napas,” ujar Anwar Hadjah, Ketua Bidang Organisasi Yayasan Tamansiswa, dengan nada getir, Sabtu (26/7/2025).
SMK Tamansiswa bahkan lebih tragis : nol murid baru. Kosong. Sunyi.
Sementara itu, jenjang SMP hanya mampu menggaet enam siswa baru.
Situasi ini makin memprihatinkan sejak diberlakukannya kebijakan zonasi dan diperparah oleh keputusan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menetapkan kuota 50 siswa per rombongan belajar (rombel) untuk sekolah negeri. Bagi sekolah swasta, itu sama saja dengan dirampasnya sumber kehidupan mereka.
“Kebijakan ini bukan membina, tapi menenggelamkan. Kami dipaksa bersaing, tapi satu tangan kami diikat,” kata Anwar.
Padahal, Tamansiswa bukan lembaga sembarangan. Di sinilah lahir para ikon olahraga nasional. Tapi sekarang, sekolah yang dulu bersinar itu diambang mati suri. Bukan karena kalah, tapi karena sistem yang pincang.
Pihak yayasan pun kini harus putar otak: membuka pelatihan, kursus, dan memperkuat satuan pendidikan yang masih bertahan seperti TK Pandanwangi.
“Kalau terus begini, sekolah-sekolah swasta tinggal tunggu giliran jadi bangunan kosong. Ini bukan alarm lagi, ini sirene bahaya,” tegas Anwar.
Tamansiswa hanyalah satu contoh. Di bawah permukaan, gelombang kehancuran sistemik sekolah swasta sedang bergerak. Dan jika dibiarkan, akan datang satu masa di mana hanya sekolah negeri yang hidup dan itu pun kewalahan sendiri.
Pendidikan bukan soal angka rombel, tapi soal keadilan akses. Ketika sistem membunuh pilihan, yang mati bukan hanya sekolah tapi masa depan. (Arsy)