DJABARPOS.COM, Bandung — Salah satu gubernur di Indonesia menjadi sorotan publik karena lebih memilih media sosial sebagai sarana utama menyampaikan klarifikasi atas isu-isu publik, bukan melalui media massa resmi.

Langkah ini dianggap sebagian pihak sebagai strategi untuk menghindari “pertanyaan colongan” dari awak media yang biasa terjadi dalam konferensi pers. Dengan media sosial, sang gubernur bisa menyampaikan pesan satu arah, tanpa interupsi dan tanpa risiko pertanyaan lanjutan yang tak terduga.

“Pola ini jelas menunjukkan upaya mengendalikan narasi. Tidak ada dialog, tidak ada koreksi langsung. Ini bukan sekadar gaya komunikasi baru, tapi juga strategi komunikasi politik,” kata Dr. Nina Wibowo, pakar komunikasi publik

Dalam beberapa unggahan, gubernur tersebut menyampaikan klarifikasi terkait isu pendidikan, proyek infrastruktur, hingga kontroversi mutasi pejabat daerah. Semuanya disampaikan dalam bentuk video pendek atau unggahan teks, langsung dari akun pribadi.

Sebagian masyarakat menilai pendekatan ini efektif dan kekinian. “Gak ribet, langsung dari sumbernya. Kita tahu langsung apa pendapat beliau,” ujar Rama (24), warga yang mengikuti akun sang gubernur.

Namun kalangan jurnalis dan akademisi mengingatkan bahwa kebiasaan ini bisa melemahkan transparansi. “Klarifikasi sepihak tanpa sesi tanya-jawab menurunkan standar akuntabilitas. Publik jadi hanya menerima versi pemerintah tanpa filter,” ujar Lilis Handayani, editor media nasional.

Fenomena ini membuka ruang diskusi tentang masa depan komunikasi pejabat publik di era digital. Apakah medsos akan menjadi kanal resmi baru, atau justru alat untuk menghindari kontrol dan pengawasan publik ?

Hingga saat ini, belum ada regulasi khusus yang mengatur batas dan standar penggunaan media sosial oleh pejabat publik untuk menyampaikan pernyataan resmi. (Arsy)





Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *