DJABARPOS.COM, Bandung – Suasana rapat paripurna DPRD Provinsi Jawa Barat pada Jumat (16/5/2025) mendadak memanas saat seluruh anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) melakukan aksi walkout. Momen ini terjadi saat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) bersama di Gedung DPRD Jabar.
Walkout diawali oleh pernyataan kekecewaan yang disampaikan Doni, anggota Fraksi PDIP, terhadap Gubernur Jabar. Pernyataan itu memicu interupsi dari anggota PDIP lainnya, Memo Hermawan, yang menilai hubungan antara eksekutif dan legislatif di Jabar akhir-akhir ini tidak berjalan harmonis. Setelah itu, seluruh anggota Fraksi PDIP, termasuk Wakil Ketua DPRD dari PDIP, Ono Surono, meninggalkan ruang sidang.
Namun secara aturan, langkah PDIP keluar dari paripurna ternyata tidak memengaruhi jalannya sidang. DPRD Jawa Barat memiliki 120 anggota yang terbagi dalam 9 fraksi. Fraksi PDIP mengisi 22 kursi. Tanpa kehadiran PDIP, jumlah anggota yang tetap hadir mencapai 98 orang.
Berdasarkan tata tertib DPRD Jabar, kuorum kehadiran minimal dalam rapat paripurna adalah 50% +1 atau 61 orang. Dengan kehadiran 98 anggota, kuorum tetap terpenuhi. Untuk pengesahan Raperda, cukup 2/3 suara dari anggota yang hadir, atau minimal 66 suara setuju. Artinya, tanpa suara dari Fraksi PDIP pun, Raperda masih dapat disahkan secara sah dan konstitusional.
Politik Simbolik, Bukan Strategi Efektif
Sejumlah pengamat menilai aksi walkout ini lebih bersifat simbolik ketimbang strategi politik yang produktif. Bukan hanya tak berdampak besar terhadap proses legislasi, tindakan walkout justru bisa merugikan konstituen PDIP sendiri, karena suara mereka tidak terwakili dalam pengambilan keputusan penting.
“Raperda tetap bisa disahkan tanpa mereka. Kalau walkout menjadi kebiasaan, itu sama saja membiarkan konstituen mereka kehilangan perwakilan dalam momen penting,” ujar astar analis politik lokal.
Sementara itu, pihak pimpinan DPRD maupun perwakilan eksekutif belum memberikan pernyataan resmi terkait dinamika tersebut. Di sisi lain, Fraksi PDIP menyatakan bahwa aksi walkout merupakan bentuk protes terhadap gaya komunikasi politik Gubernur yang dinilai kurang menghargai peran legislatif.
Kursi Panas di Rapat Paripurna Selanjutnya
Ketegangan diprediksi belum akan mereda. Paripurna mendatang dipastikan menjadi panggung lanjutan konfrontasi politik antarfraksi. Namun yang jelas, langkah PDIP meninggalkan forum pengambilan keputusan strategis bisa menjadi bumerang politik, terutama menjelang kontestasi politik mendatang.(Arsy)