DJABARPOS.COM, Bogor — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menekankan urgensi pembangunan berbasis aglomerasi sebagai strategi mendorong pertumbuhan ekonomi dan tata kelola kawasan yang lebih efektif. Ia menilai perkembangan wilayah megapolitan seperti Jabodetabek menuntut perubahan paradigma dari pendekatan pembangunan terpisah menjadi perencanaan yang terintegrasi.
Hal itu disampaikan Bima saat menjadi narasumber pada Borderline Economic Summit 2025 bertema “Harmonisasi Perencanaan dan Implementasi Percepatan Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Perbatasan” di Hotel Pullman Vimala Hills, Kabupaten Bogor, Rabu (3/12/2025).
Menurutnya, pendekatan pembangunan yang hanya berfokus pada batas administratif sudah tidak relevan menghadapi tantangan urbanisasi dan mobilitas tinggi di kawasan megakota. “Ini tentang aglomerasi. Cara pandangnya harus utuh, bukan lagi sekadar berbicara batas wilayah,” ujarnya.
Bima menegaskan bahwa dinamika ekonomi, mobilitas, dan pertumbuhan penduduk menuntut koordinasi lintas daerah yang tidak bisa diselesaikan secara sektoral. Kawasan harus bergerak sebagai satu kesatuan ekosistem, bukan sebagai daerah yang bekerja sendiri-sendiri.
Ia juga menyoroti pentingnya kepemimpinan daerah yang berani dan adaptif untuk menciptakan pemerintahan yang efektif. Ia mencontohkan sejumlah negara seperti Cina, Korea, Taiwan, dan Vietnam yang mampu melesat secara ekonomi karena memiliki tata kelola pemerintahan yang terintegrasi.
Dalam paparannya, Bima mengangkat Ibu Kota Nusantara (IKN) sebagai contoh kawasan dengan desain terintegrasi. Konsep ten minutes city yang diterapkan, menurutnya, bisa menjadi inspirasi bagi pengelolaan Jabodetabek sebagai salah satu megakota terbesar dunia. “Semua dirancang terhubung. Dari kantor ke kantor bisa ditempuh dengan berjalan kaki,” katanya.
Bima juga menyebut sejumlah isu strategis yang membutuhkan kolaborasi lintas wilayah dalam bingkai aglomerasi, antara lain pengelolaan sampah terpadu, integrasi transportasi dan mobilitas, pengembangan pariwisata serta ekonomi kreatif, hingga penataan ruang berbasis daya dukung lingkungan.
Selain itu, ia menekankan peran penting Dewan Aglomerasi sebagai pengendali harmonisasi perencanaan, penganggaran, dan penataan ruang di kawasan metropolitan. Efektivitas dewan ini, menurutnya, akan menjadi kunci untuk mengatasi tumpang tindih kewenangan dan memaksimalkan potensi ekonomi kawasan.
Kegiatan tersebut juga diisi dengan penandatanganan Protokol Bogor 2025, Memorandum of Understanding (MoU), serta perjanjian kerja sama antar kabupaten/kota. Forum ini turut dihadiri bupati/wali kota se-Jawa Barat serta unsur Forkopimda Kabupaten Bogor. (Arsy)

