DJABARPOS.COM, Indramayu – Bahasa Sunda yang digunakan hampir seluruh warga di Jawa Barat memiliki keberagaman kosakata dan frasa. Termasuk digunakan warga di sebagian wilayah Kabupaten Indramayu.
Di wilayah Kecamatan Lelea misalnya, bahasa Sunda yang digunakan tergolong unik. Yaitu memakai Sunda Kuno atau dikenal buhun. Sehingga tak heran, jika terdapat perbedaan di beberapa kosakata maupun logat dengan Bahasa Sunda di wilayah Jabar lainnya.
Salah satunya kata yang digunakan untuk menyebut istri. Di Kecamatan Lelea sekitarnya, kata ‘ewe’ yang biasa disebutkan bukan berarti menikah, atau bahkan hubungan intim. Akan tetapi lebih kepada sebutan bagi seorang istri.
“Ya emang begitu, kalau nyebut istri tuh ya pakai ewe,” kata Agus Suprayogi (27), seorang warga, Sabtu (3/6/2023).
Perbedaan makna itu kadangkala mengundang kesalahpahaman. Diceritakan Anggi Suprayogi (27) warga Tamansari, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu bahwa kata ewe yang biasa digunakannya bermakna berbeda jika diterapkan di wilayah lain.
Bahwa saat itu, ada sebuah rombongan warga yang datang ke Bandung. Namun, di tengah obrolan dengan warga di sana, ada satu warga yang menyebut ‘ewe inya diewe aing’ (Istri kamu bersamai istri saya). Sontak kalimat yang dilontarkan itu membuat lawan bicara kebingungan.
“Kuwu di sini kan istrinya orang Bandung. Nah orang sini ada yang ngobrol sama orang Bandung dan berkata ewe inya di ewe aing (istri kamu bersama istri saya). Orang Bandung nya kebingungan,” kata Anggi.
Hal senada juga ditegaskan Raidi, Kepala Desa Lelea menjelaskan, bahwa kata ewe memang lazim digunakan untuk menyebut istri. “Memang kata ewe ya artinya istri,” kata Raidi.
Dijelaskan Raidi, bahwa sebutan bagi perempuan biasanya menggunakan kata Wewe. Dengan tambahan suku kata lainya yang akan menunjuk pada jenjang usia.
“Biasanya Wewe Kolot yang artinya perempuan tua. Ada juga Wewe Ngora atau perempuan muda dan Wewe Leutik untuk perempuan yang kecil,” jelas Raidi.
Namun sebutan bagi perempuan kecil atau gadis yang belum menikah saat tradisi Ngarot. Dimana, anak perempuan bukan disebut Wewe Leutik melainkan dengan sebutan Cuene.
“Kalau wewe itu untuk sebutan sehari-hari. Sedangkan Cuene biasanya dipakai saat Ngarot. Sebenarnya sama aja,” jelasnya.
Bahasa Sunda yang digunakan warga sekitar Kecamatan Lelea itu sudah ada sejak tahun 1600an silam. Dan Bahasa Sunda tersebut tergolong otentik atau bahasa kuno yang kerap disebut bahasa Buhun.(Hermawan/Nino)