Dua Kades Bandung Barat Berani Tolak Wacana Dedi Mulyadi: Ambil Alih Jalan Desa Berpotensi Langgar Otonomi

DJABARPOS.COM, Bandung – Dua kepala desa di Kabupaten Bandung Barat (KBB), yakni Kades Gudangkahuripan Agus Karyana serta Kades Cilame Aas Mohamad Asor, menyampaikan kritik keras terhadap wacana Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang ingin mengambil alih pembangunan jalan desa oleh Pemerintah Provinsi.

Keduanya menilai wacana tersebut berpotensi melanggar aturan otonomi desa, yang secara hukum telah menetapkan bahwa pembangunan jalan desa merupakan kewenangan pemerintah desa (Pemdes).

Iklan Djabar Pos

Agus mengapresiasi perhatian Dedi Mulyadi terhadap kualitas infrastruktur desa. Namun, ia menegaskan bahwa batas kewenangan harus tetap dipatuhi.

“Saya berterima kasih kepada Pak Dedi Mulyadi yang sangat peduli pada desa, khususnya soal kualitas pembangunan jalan. Namun jalan desa adalah kewenangan otonom desa. Ada batas kewenangan yang harus dijalankan kabupaten dan provinsi,” ujarnya, Selasa 25 November 2025.

Agus menjelaskan banyak desa di Bandung Barat telah berupaya maksimal meningkatkan infrastruktur melalui betonisasi maupun pengaspalan. Hanya saja, kemampuan anggaran desa sering menjadi hambatan.

Dana desa, kata Agus, harus dibagi untuk berbagai sektor prioritas seperti stunting, ketahanan pangan, hingga koperasi. Kondisi tersebut membuat alokasi untuk pembangunan fisik menjadi terbatas.

Ia mencontohkan panjang jalan di wilayah selatan KBB tidak sebanding dengan kemampuan anggaran desa. “Bandung Barat punya 165 desa. Jika Bankeu hanya 24–26 miliar, satu desa hanya dapat sekitar Rp160 juta. Itu hanya cukup untuk beberapa ratus meter hotmix atau beton,” jelasnya.

Selain itu, pelaksanaan Bankeu sebagian besar masih dikerjakan pihak ketiga, kecuali Bankeu Gubernur yang kini dapat dikelola langsung oleh desa.

Untuk tahun ini, kata Agus, belum ada kejelasan mengenai Bankeu Pokir DPRD maupun Bankeu provinsi.

Gubernur Dedi Berpotensi Langgar Otonomi Desa
Agus menegaskan jika provinsi memaksa mengambil alih pembangunan jalan desa, maka kebijakan tersebut bisa dianggap melanggar aturan otonomi desa sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

“Kalau wacana ini dilaksanakan begitu saja, maka gubernur Dedi Mulyadi melabrak aturan otonomi desa.

Saya sepakat dengan Kepala Desa Cilame. Yang penting, desa diberi pendampingan, bukan diambil alih kewenangannya,” tegasnya.

Ia menekankan bahwa desa terbuka untuk sinergi, termasuk pendampingan teknis dari provinsi melalui Dinas PUPR, tetapi bukan pengambilalihan.

Penolakan Keras dari Kades Cilame Sebelumnya, Kades Cilame Aas Mohamad Asor lebih dulu menyatakan penolakan tegas terhadap wacana tersebut. Ia menyebut pengambilalihan pembangunan infrastruktur desa oleh provinsi berpotensi mengabaikan nilai budaya, hukum, dan kewenangan desa.

“Otonomi desa justru menguatkan peran pemerintah desa dalam mengelola pembangunan, termasuk infrastruktur. Wacana ini bisa melabrak banyak aturan,” kata Aas pada Senin, 24 November 2025.

Untuk diketahui, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi diketahui tengah menggagas kebijakan agar seluruh pembangunan jalan desa dilakukan oleh Pemprov Jabar. Alasannya, banyak jalan desa yang cepat rusak karena standar kualitas yang dinilai belum memadai.

“Tahun ini dibangun, tahun depan rusak lagi. Saya tidak mau begitu. Semuanya nanti dibangun provinsi agar kualitasnya baik, menggunakan beton pabrikan,” ujar Dedi Mulyadi dalam sebuah kegiatan di Sabuga Bandung.

Pemprov sedang mendata kebutuhan desa sebagai dasar penyusunan kebijakan baru, termasuk skema bantuan keuangan yang diklaim akan lebih tepat sasaran.(Nino/Dudyk)

Iklan Djabar Pos

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *