DJABARPOS.COM, Kabupaten Bandung – Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Bandung, Cecep, membongkar fakta mencengangkan soal lembaga yang terlibat dalam kasus pelecehan santriwati di Soreang. Ia menyatakan bahwa lembaga tersebut bukan pesantren dan hanya berkedok lembaga pendidikan Islam.

“Saya sudah datang langsung ke lokasi. Di sana tidak ada kiai, tidak ada masjid, bahkan tidak ada kurikulum atau jadwal pembelajaran. Ini bukan pesantren,” tegas Cecep saat mengunjungi rumah singgah korban.

Cecep datang bersama Tim Advokasi Korban, yang terdiri dari Ahmad Ridho SH, M.Ag, dan Natar JF Ompusunggu SH. Ia juga mendapat dukungan dari Kepala UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bandung serta Kabid Pemberdayaan Perempuan, Lidiawati SH, MH.

“Saya sangat menghargai para relawan dan advokat yang berjuang dari hati. Mereka mengorbankan waktu, tenaga, bahkan harta demi memulihkan kondisi anak-anak,” ujar Cecep.

Ahmad Ridho menegaskan bahwa timnya sudah menangani kasus ini secara hukum. “Kami berterima kasih kepada Kapolresta Bandung, unit PPA, UPTDPPA, dan sektor lainnya yang membantu kami,” katanya. Ridho juga menyebut bahwa timnya terus mendampingi korban secara psikologis agar mereka bisa pulih dan kembali tersenyum.

Polresta Bandung Tangkap RR, Korban Alami Trauma Berat

Kepolisian Resor Kota Bandung telah menetapkan RR (30), pimpinan lembaga tersebut, sebagai tersangka. Polisi menangkap RR setelah memeriksa tujuh saksi, termasuk lima korban.

“RR sudah kami tahan di Rutan Polresta Bandung,” ujar Kompol Luthfi Olot Gigantara, Kepala Satuan Reskrim Polresta Bandung, Rabu (14/5/2025).

Luthfi menjelaskan bahwa tiga dari delapan korban mengaku disetubuhi oleh pelaku. Mereka juga telah menjalani visum di RS Sartika Asih. Lima korban lainnya mengalami pelecehan seksual. Mayoritas korban masih berusia di bawah 18 tahun.

“Kami menemukan bahwa para korban mulai menimba ilmu di sana sejak 2023. Kejadian berlangsung dalam rentang waktu itu,” jelas Luthfi. Ia menambahkan, timnya masih menyelidiki motif RR melakukan tindakan bejat tersebut.

Pihak kepolisian menjerat RR dengan Pasal 81 dan 82 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Kasus ini terungkap setelah beberapa alumni santriwati berani menceritakan kepada orang tua mereka bahwa mereka menjadi korban pelecehan seksual saat tinggal di pondok tersebut. Pelaku diduga beberapa kali melakukan aksinya di kobong, rumah pribadi, dan saung di lingkungan pondok.

Cecep berharap masyarakat terus memberikan dukungan moral dan material agar para korban bisa pulih dan keadilan benar-benar ditegakkan. (Arsy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *