DJABARPOS.COM, Jakarta – Ribuan Klien Pemasyarakatan di seluruh Indonesia secara serentak melaksanakan aksi bersih-bersih lingkungan dalam rangka mendukung implementasi pidana alternatif. Kegiatan ini merupakan bagian dari peluncuran Gerakan Nasional Pemasyarakatan: Klien Balai Pemasyarakatan Peduli 2025 yang digelar di Perkampungan Budaya Betawi, Srengseng Sawah, Jakarta Selatan, Kamis (26/6).
Aksi sosial ini menjadi simbol kesiapan jajaran Pemasyarakatan menyambut berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang akan efektif pada 2026, terutama terkait pidana kerja sosial dan pengawasan sebagai bentuk pidana non-penjara.
“Hari ini klien Bapas hadir dan bekerja secara sukarela, membersihkan fasilitas umum dan membantu masyarakat. Ini bukan hanya kegiatan simbolik, melainkan bentuk nyata kesiapan Pemasyarakatan dalam mengimplementasikan pidana kerja sosial,” ujar Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, dalam sambutannya saat membuka kegiatan secara resmi.
Menurutnya, pidana alternatif bertujuan mengembalikan pelaku pidana ke tengah masyarakat dengan cara yang konstruktif dan memberi manfaat langsung. “Kerja sosial ini adalah bentuk pertanggungjawaban terhadap masyarakat, bukan sekadar kerja sukarela,” tegasnya.
Agus juga menyampaikan keberhasilan pendekatan diversi dan putusan non-penjara terhadap Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) sejak diberlakukannya UU No. 11 Tahun 2012. Data menunjukkan penurunan signifikan jumlah anak di lapas dari sekitar 7.000 menjadi 2.000. “Keberhasilan ini akan kami terapkan juga pada pelaku dewasa melalui pidana alternatif, sekaligus mengatasi masalah overkapasitas lapas dan rutan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti peran penting Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sebagai arsitek reintegrasi sosial. “PK tak sekadar mendampingi, mereka membangun kembali jembatan antara klien, masyarakat, aparat penegak hukum, dan pemerintah daerah,” katanya.
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, yang turut hadir, menyebut aksi bersih-bersih ini sebagai contoh pelaksanaan pidana kerja sosial ke depan. Ia menyebut bentuk lain pidana alternatif seperti pelayanan di panti sosial, sekolah, hingga pusat rehabilitasi. Ia juga menekankan pentingnya peningkatan kualitas dan kuantitas PK, yang (Arsy)