DJABARPOS.COM, BANDUNG – Keberadaan debt collector atau mata elang di setiap perempatan jalan membuat resah warga. Debt collector secepat kilat memperhatikan pemotor yang menunggak cicilan kendaraan.
Biasanya, debt collector memberhentikan dan tak jarang merampas motor atau mobil untuk disita.

Kasus penyitaan atau perampasan motor atau mobil sudah seringkali terjadi tapi debt collector atau matel nyaris tak tersentuh hukum.

Keberadaan mata elang (matel) atau debt collector pemburu kendaraan yang menunggak cicilan, di wilayah Bandung raya makin menjamur dan nyaris tidak tersentuh oleh hukum.

Padahal keberadaan para matel atau debt collector itu sudah dianggap momok oleh sebagian besar masyarakat. Mereka kerap menarik mobil atau motor tanpa melalui proses pengadilan.

Debt collector dianggap meresahkan masyarakat karena menarik motor atau kendaraan tanpa melalui presedur yang benar.
Seharusnya dalam mengambil motor dari kreditur yang menunggak harus melalui pengadilan terlebih dulu.

Bahkan Mahkamah Konstitusi atau MK belum lama mengingatkan lewat Putusan MK Nomor 18/PUU-XVII/2019 yang isinya:
“Penerima hak fidusia (kreditur) tidak boleh melakukan eksekusi sendiri melainkan harus mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi kepada pengadilan negeri.”

Putusan tersebut menyebut perusahaan leasing tidak bisa menarik kendaraan kreditan dari debitur macet secara sepihak. Putusan MK itu bertujuan untuk memperjelas pasal 15 Undang-undang (UU) Nomor 42 Tahun 1999 tentang Wanprestasi atau Cedera Janji antara debitur atau nasabah dan kreditur

Kejadian perampasan kendaraan oleh matel atu debt collector kali ini dialami oleh seorang warga Ciroyom, Acl (40), pada Rabu 10/2/2021.

“Saya dipepet dijalan dan diarahkan ke PT Putra Tanimbar Jaya yang beralamat di Cibeureum kota Cimahi. Disana kendaraan saya beserta STNKnya”, paparnya.

“Dimasa pandemi ini usaha saya mengalami penurunan dan sulit, makanya saya tidak bisa bayar cicilan selama 3 bulan. Sisa pembayaran saya tingga 5 bulan lagi dari kontrak 17 bulan, katanya.

Saya bisa mengambil lagi kendaraan tersebut dengan syarat harus membayar biaya tarik sebesar Rp 4jt yang dibebankan oleh PT Putra Tanimbar Jaya sebagai pihak ke tiga dari pihak Leasing BAF Bandung, katanya.

PT Putra Tanimbar Jaya, saat dikonfirmasi membenarkan kejadian itu dan menyebutkan bahwa unit atau kendaraan tersebut disimpan oleh oknum pendana yang juga bertugas di polda jabar.

Karena tidak memiliki dana untuk membayar biaya tarik, Acl memutuskan untuk membuat laporan ke pihak kepolisian.
Ironisnya, saat Acl melaporkan tentang perampasan kendaraan itu pihak kepolisian berinisiatif untuk mendamaikannya dengan catatan dirinya harus membayar biaya tarik sesuai dengan kemampuannya.

Padahal, laporan tersebut akan lebih memperkuat dasar tindakan pihak Polisi. Pasalnya, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2011 menyebutkan bahwa:
Satu-Satunya Pihak Yang Berhak Menarik Kendaraan Kredit Bermasalah Adalah Kepolisian atas keputusan Pengadilan. 
Nah, jika berlandaskan peraturan ini, hanya polisi satu-satunya lembaga yang bisa menarik kendaraan kredit bermasalah bukan debt collector.
Kalau mengikuti peraturan tersebut, debt collector bisa dibekukan jika lembaga leasing mau aman.

Pelaku perampasan dalam hal ini debt collector atau leasing bisa dijerat pasal 365 KUHP.

Pasal 365 KUHP merupakan Pasal pencurian dengan kekerasan sebagai pemberatan dari Pasal pencurian biasa.

Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) adalah Pasal Pencurian dengan Kekerasan sebagai Pemberatan dari Pasal Pencurian Biasa, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP.

Pasal 365 KUHP:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, terhadap orang dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri.

(2) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun;

  1. jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, di jalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan;
  2. jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu;
  3. jika masuk ke tempat melakukan kejahatan dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu;
  4. jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.

(3) Jika perbuatan mengakibatkan kematian, maka diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

(4) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.(Red)