DJABARPOS.COM, Kab. Bandung – Kelompok Kerja Penanganan Limbah Ternak Satuan Tugas Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan DAS Citarum telah melakukan berbagai upaya untuk menangani permasalahan limbah kotoran ternak.
Di antaranya, pelatihan bagi peternak tentang cara pengolahan limbah kotoran ternak, fasilitasi sarana dan prasarana pengolahan limbah kotoran ternak, proses sertifikasi dan ijin edar pupuk organik.
Ketua Pokja Penanganan Limbah Ternak yang juga Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jafar Ismail mengatakan, saat ini ada salah satu kelompok pengolah limbah kotoran ternak yaitu Kelompok Taruna Mukti yang berlokasi di Kampung Papakmanggu, Desa Cibodas, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung.
“Kelompok tersebut sudah dapat memproduksi pupuk organik dalam jumlah yang cukup besar dan sudah memiliki Sertifikat Organik dari LSO INOFICE Nomor 549-INOFICE/LSO-003-IDN/09/20,” ujar Jafar dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/2/2021).
Menurut dia, Kelompok Taruna Mukti telah memiliki jaringan pemasaran yaitu ke PT. Gerakan Nusantara Hijau (GNH), dengan pengiriman perdana pada Bulan Januari 2020 sebanyak 700 ton dan akan kontinyu setiap bulan kurang lebih 1.000 ton pupuk organik.
Hal ini, lanjut Jafar, menjadi peluang untuk meningkatkan produksinya dan melakukan kerjasama pengolahan limbah kotoran hewan (Kohe) dengan Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) Lembang dan Koperasi Peternak Susu Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan sebagai penyedia bahan baku kohe.
Jafar mengatakan, pada hari Rabu, tanggal 3 Februari 2021 DKPP Jawa Barat telah melakukan rapat koordinasi Rencana Aksi Pengolahan Limbah Kotoran Ternak di KPSBU Lembang yang dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi dan Kabupaten Bandung Barat, Dinas Perikanan dan Peternakan KBB, Satgas Citarum, KPSBU, dan Ketua kelompok Taruna Mukti.
Sementara itu, KPSBU dan Kelompok Taruna Mukti akan segera ke lapangan untuk mengidentifikasi dan mendata peternak yang kohenya akan ditampung. Dinas Provinsi dan Kabupaten Bandung Barat bersama Ketua Kelompok Taruna Mukti akan melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis kepada para peternak sapi yang berada di bantaran Sungai Citarum.
Kemudian, pada Jum’at, tanggal 5 Februari 2021 DKPP Jawa Barat telah melakukan rapat koordinasi Rencana Aksi Pengolahan Limbah Kotoran Ternak di KPBS Pangalengan.
“KPBS siap melakukan pengolahan limbah kotoran ternak dan sudah menandadatangani MoU kerjasama dengan Ketua Kelompok Taruna mukti. KPBS menyediakan bangunan yang dapat digunakan untuk pengolahan pupuk organik dan siap untuk menyediakan peralatan yang diperlukan,”ujar dia.
Dalam waktu dekat, aku Jafar, KPBS dan Taruna Mukti akan ke lapangan untuk mengidentifikasi kelompok peternak yang akan dibina dan ditampung limbah kohenya. Pembinaan kelompok akan dilakukan secara intensif dibantu oleh Balai Pelatihan Cikole Lembang.
“Di Kecamatan Kertasari ada bantuan Kementarian Lingkungan Hidup 1 unit IPAL belum difungsikan karena belum serah terima ke kelompok, DLH Provinsi akan mengkoordinasikannya ke Kementarian Lingkungan Hidup,” kata dia.
Jafar menambahkan, DKPP akan berkoordinasi setiap minggu dengan Ketua Kelompok Taruna Mukti, KPBS dan KPSBU untuk mendapatkan informasi progress kegiatan dan dimungkinkan untuk peninjuan ke lapangan.
Selebihnya, Jafar tidak memungkiri Sungai Citarum saat ini masih tercemari limbah walaupun sudah dalam kategori Cemar Sedang dan Cemar Ringan. Sumber pencemarannya berasal dari Limbah Industri, Limbah Rumah Tangga dan Limbah Kotoran Ternak.
Menurut Jafar, limbah kotoran ternak sebagian besar dihasilkan dari ternak sapi perah yang berada di dekat bantaran Sungai Citarum atau Anak Sungai Citarum. Populasi Sapi Perah di Jawa Barat sebagain besar berada di daerah tersebut yaitu wilayah Bandung Selatan atau Kabupaten Bandung dan Bandung Utara atau Kabupaten Bandung Barat.
“Beternak sapi sudah ada sejak lama dan merupakan usaha keluarga atau budaya turun temurun, namun tingkat kesadaran peternak untuk tidak membuang ke sungai masih rendah dan upaya untuk mengolah limbah kotoran ternak masih kurang,” kata dia.
Hal ini, sambung Jafar, disebabkan kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan pengolahan, dan belum adanya permintaan atau jaringan pemasaran yang berkelanjutan.
“Peternak yang sudah mengolah limbah menjadi biogas atau pupuk organik masih terbatas untuk kebutuhan sendiri saja sehingga masih ada kohe yang dibuang. Padahal kotoran ternak itu diproduksi setiap hari sehingga kecenderungannya dibuang ke sungai,” kata dia.
Meski demikian, pihaknya bekerja sama dengan stakeholder terkait terus menanggulangi pencemaran dari limbah ternak agar kualitas Sungai Citarum lebih baik lagi. (*)