DJABARPOS COM, Garut – Atak Tauhid, pensiunan dari Dosen Ilmu Tanah di UNIGA, mengajak warga Kabupaten Garut untuk mengenang empat tokoh perintis kemerdekaan asal Kabupaten Garut.

Atak Tauhid mengajak kalangan anak muda untuk mengenal semua tokoh tersebut sebagai warisan sejarah yang patut dikenang. Atak menjelaskan, berdasarkan keterangan dari tokoh ulama di Garut Selatan yaitu Kiyai Rd. Abdullah Bakrie Kartadinata (alm), sewaktu hidupnya diceritakan bahwa ada empat tokoh pergerakan Kemerdekaan asal Garut. Mereka antara lain:

1.KH. Mustofa Kamil

2. KH Yusuf Taujiri

3. Aruji Kartawinata

4. Raden Meneer Akis Kartadinata.

Rupanya, keempat tokoh ini juga dalam hidupnya tidak hanya berjuang di Garut saja, tapi pergerakan mereka di tingkat nasional. Misalnya kata Atak, KH. Mustofa Kamil, merupakan pahlawan nasional yang gugur membela Kemerdekaan di Kota Pahlawan Surabaya, pada saat Perang 10 November 1945, melawan Sekutu.

Kemudian KH. Yusuf Taujiri juga pernah menjadi Anggota MPR dan Aruji Kartawinata juga dikenal sebagai seorang Kepala BKR ( Badan Ketahanan Rakyat ) waktu Peristiwa  Bandung Lautan Api, sampai pernah menjadi Menteri Muda Pertahanan pada masa Kabinet Presiden Soekarno.

Dari keempat tokoh tersebut, menurut Atak hanya Radaen Meneer Akis Kartadinata yang kurang populer di masyarakat. Namun untuk diketahui bahwa Raden Meneer Akis juga memiliki perjuangan yang cukup panjang dalam membela tanah air. ” Beliau adalah keturunan dari Dalem Timbanganten – Biru, yang orang tuanya Bapak Raden Moch. Rivai makamnya berada di Komplek Dalem  Bandung, Astana Anyar,” ujar Atak.                               

Ia diketahui merupakan Lulusan Kweekschool, kalau sekarang Sekolah Guru yang pada waktu itu di masa Penjajahan masih langka kaum Pribumi dapat bersekolah di Sekolah Belanda, kalau bukan ada darah keturunan Ningrat. “Kenapa Beliau punya gelar Meneer ?, karena Lulusan, Alumni Sekolah Kweekschool atau Sekolah Raja namanya zaman itu,” ujar Atak Tauhid.

Setelah lulus dari Kweekschool, Raden Meneer Akis kemudian menjadi Guru di Sekolah HIS Belanda yang dulunya Sekolah SPG dan menjadi SMAN-11, samping Pendopo Kabupaten Garut saat ini.       Waktu itu Ia tidak merasa nyaman karena sebagai warga pribumi dipisahkan sekolahnya antara anak keturunan ningrat dengan warga biasa. Ia pun keluar dan pindah ke  Bandung dan meneruskan bekerja menjadi Employeu Perkebunan Karet di Perkebunan Karet Afdeling Kiara Payung, Kabupaten Sukabumi.

Namun itupun tidak lama karena Ia mengalmai konflik bantun karena merasa tidak rela pekerja pribumi dirusak moralnya. Misalnya seperti maraknya miras, berjudi dan main perempuan. Lantas Ia pun keluar dari perkebunan tersebut dan pulang ke Kabupaten Garut. Alasannya pulang ke Garut waktu itu adalah karena sakit, namun hal itu hanya alasan supaya bisa keluar saja.

Namun karena saking sayangnya tuan Hamaker Kepala Administratur Perkebunan waktu itu, Ia memberikan gaji beberapa bulan kepada Meneer Akis. Oleh karena Raden Meneer Akis Kartadinata, mempunyai potensi, maka saat itu ditarik ke Jakarta oleh Presiden untuk diutus mempropagandakan Indonesia Merdeka ke Pulau Sulawesi, sambil mendirikan sekolah di sana.

Selama empat tahun di Sulawesi, Raden Meneer Akis berjuang untuk merintis kemerdekaan Indonesia. Ketika wafatnya, Raden Meneer Akis Kartadinata dimakamkan di Pasir Uncal Cimahi.(Doni/Agus Sambas)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *