DJABARPOS.COM, Jakarta – Imunitas anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali menjadi sorotan publik. Perlindungan hukum yang diberikan kepada anggota DPR ini bertujuan untuk memastikan kebebasan mereka dalam menjalankan tugas legislatif, namun kerap kali memunculkan kekhawatiran akan potensi penyalahgunaannya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), anggota DPR tidak dapat dituntut secara pidana maupun perdata atas pandangan, pendapat, atau tindakan yang mereka lakukan dalam konteks pelaksanaan tugas. Namun, kasus-kasus hukum yang melibatkan sejumlah anggota DPR menimbulkan perdebatan tentang sejauh mana imunitas ini dapat diterapkan.
Seorang pakar hukum tata negara, Prof. Ahmad Sudirman, mengingatkan bahwa imunitas anggota DPR tidak bersifat absolut. “Imunitas hanya berlaku untuk tugas dan fungsi legislatif. Jika ada tindakan kriminal seperti korupsi, itu bukan bagian dari perlindungan imunitas,” ujarnya dalam sebuah diskusi di Jakarta.
Meski demikian, prosedur hukum terhadap anggota DPR sering kali melibatkan proses yang panjang. Sebagai contoh, jika seorang anggota DPR diduga melanggar hukum, diperlukan persetujuan Presiden berdasarkan rekomendasi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Prosedur ini sering dianggap sebagai penghalang dalam upaya penegakan hukum.
Salah satu kasus terbaru melibatkan seorang anggota DPR yang diduga terlibat dalam kasus suap proyek infrastruktur. Penyidikan sempat terhambat karena proses mendapatkan izin dari Presiden yang memerlukan waktu berbulan-bulan. “Proses ini menjadi ujian bagi transparansi dan komitmen pemberantasan korupsi di Indonesia,” kata Firdaus Hidayat, aktivis antikorupsi dari LSM Transparency Watch.
Di sisi lain, sejumlah anggota DPR membela pentingnya imunitas ini. Menurut mereka, perlindungan ini diperlukan agar wakil rakyat dapat menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintah tanpa ancaman intimidasi hukum. “Imunitas adalah bagian dari demokrasi. Tanpa itu, kami bisa menjadi sasaran berbagai tekanan politik,” ujar salah satu anggota DPR yang enggan disebutkan namanya.
Namun, suara publik menunjukkan keprihatinan yang berbeda. Sebuah survei terbaru dari Lembaga Survei Nusantara mencatat bahwa 67% responden merasa imunitas anggota DPR sering disalahgunakan untuk menghindari tanggung jawab hukum.
Diskusi mengenai revisi aturan terkait imunitas anggota DPR terus bergulir. Beberapa pihak mengusulkan penghapusan atau pembatasan perlindungan tersebut agar tidak lagi menjadi tameng bagi pelanggaran hukum. Akankah ada reformasi? Hanya waktu yang akan menjawab.(Arsy)