DJABARPOS.COM, Jakarta – Hasil Asesmen Kompetensi Mininum (AKM) dalam Asesmen Nasional (AN) 2021, menunjukkan bahwa Indonesia mengalami darurat literasi: 1 dari 2 peserta didik belum mencapai kompetensi minimum literasi. Hasil tersebut sejalan dengan capaian PISA (Program for International Student Assessment) yang menunjukkan bahwa skor literasi membaca peserta didik di Indonesia masih di bawah rata-rata peserta didik di negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) dan belum meningkat secara signifikan dalam 20 tahun terakhir.
Guna meningkatkan kompetensi literasi peserta didik Indonesia, diperlukan kualitas pembelajaran yang baik serta difasilitasi dengan ketersediaan dan pemanfaatan buku bacaan secara tepat. Sebagai solusinya, Kemendikbudristek telah meluncurkan Merdeka Belajar episode ke-23 Buku Bacaan Bermutu untuk Literasi Indonesia. Melalui program tersebut, Kemendikbudristek menyediakan lebih dari 15 juta eksemplar buku bacaan bermutu disertai dengan pelatihan dan pendampingan untuk lebih dari 20.000 PAUD dan SD yang paling membutuhkan di Indonesia.
Menurut dimensi indikator literasi dalam Indeks ALIBACA 2019 yang meliputi indeks dimensi kecakapan provinsi di Indonesia, indeks dimensi akses provinsi, indeks dimensi alternatif provinsi, dan indeks dimensi budaya provinsi, Provinsi Papua dan Papua Barat selalu berada pada tingkatan terendah. Data penerima buku SD di wilayah 3T di provinsi Papua sejumlah 12 kota/kabupaten, buku PAUD/TK di wilayah ST provinsi Papua sejumlah 23 Kota/Kabupaten. Sementara itu, data penerima buku SD di wilayah 3T di Provinsi Papua Barat sejumlah 9 kabupatan, dan penerima buku PAUD/TK sejumlah 8 kabupaten, dengan jumlah total 944.334 eksemplar buku yang terkirim ke 1.373 sekolah.
Kondisi geografis Papua yg begitu kompleks mengharuskan pengelolaan bahasa dan literasi di daerah tersebut digarap secara serius. Sejauh ini di wilayah Papua hanya ada 1 Unit Pelaksana Teknis (UPT), Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Dengan karakteristik geografis yg kompleks tersebut seharusnya Papua memiliki lebih dari 1 UPT untuk membantu menangani masalah kebahasaan dan kesastraan di Papua. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kemendikbudristek berencana akan membuka UPT di Papua Barat.
Pertemuan KSP dan Badan Bahasa dihadiri oleh sejumlah pelajar dari Sekolah Staf Presiden (SSP). SSP adalah inkubator pemimpin muda yang pertama kali diselenggarakan pada 25 Juli 2022 oleh KSP. SSP Tahun Kedua diselenggarakan pada 3–14 Juli 2023. Adapun tujuan dari SSP adalah membekali para calon pemimpin bangsa dengan pengetahuan terkait kompleksitas pengelolaan negara, melalui kerja-kerja KSP bersama Kementerian/Lembaga terkait. Peserta diberikan kesempatan untuk magang mengikuti kerja-kerja KSP di seluruh kedeputian dan juga terlibat dalam kelas yang materinya berkisar pada membangun pemahaman tentang kebijakan, strategi, dan pemecahan masalah. Peserta SSP tahun 2023 sejumlah 35 orang terpilih dari 66.000 pelamar.
Utari, seorang pelajar SSP yang berasal dari Kalimantan Utara menyampaikan kebanggaannya atas upaya yang dilakukan oleh Kemendikbudristek melalui Badan Bahasa di bidang Literasi dan Revitalisasi Bahasa Daerah. Utari menyampaikan kekagumannya terhadap produk-produk buku yang dihasilkan oleh Badan Bahasa. “Buku ini sangat menarik dan gambarnya seolah-olah hidup. Ini bagus sekali untuk meningkatkan minat baca generasi Gen Z!” tuturnya.
Hal serupa disampaikan oleh Siena, pelajar siswa SSP yang berasal dari Manggarai yang berdomisisli di Kupang, NTT. Ia merupakan seorang pegiat literasi yang sudah membentuk komunitas literasi Sahabat Lentera Desa yang berfokus untuk membantu fasilitas belajar anak-anak yang belum bisa mengakses teknologi.
Seorang pelajar SPP lainnya yang berasal dari Banten, Tito, merupakan seorang Duta Bahasa Banten. Tito merasa bangga bahwa buku-buku literasi telah sampai di tanah Papua. Tito menyebutkan, “tahun lalu saya berkesempatan untuk menyusun peta jalan literasi. Di situ saya mengetahui bahwa literasi adalah sebuah keterampilan yang mengembangkan perubahan perilaku dan mendorong peningkatan kapasitas, kesempatan, dan motivasi. Badan Bahasa sudah melakukan banyak hal untuk Papua”, ujarnya.
Pada kesempatan pertemuan yang sama, Mufti Makarim menekankan urgensi upaya peningkatan literasi di Papua. “Saya merasa banyak hal dari pertemuan ini yang sangat mendesak dan perlu ditangani secera serius karena bahasa ini merupakan way of life bagi masyarakat di Papua. Persoalan bahasa di Papua merupakan hal penting untuk ditangani bersama. Papua merupakan wilayah yang luasnya hampir empat kali pulau Jawa, dengan geografis yang kompleks dan penduduknya tidak mudah mengakses teknologi. Kita memerlukan konsolidasi lebih lanjut dengan koordinasi yang intens terkait Papua. Papua perlu perhatian yang mendesak.”
Tiur sebagai perwakilan Kedeputian II KSP menyampaikan rencna tindak lanjut yang akan dilakukan setelah pertemuan tersebut. “Kami akan menindaklanjuti arahan ibu Deputi untuk berkoordinasi dengan Kementerian dan Lembaga teknis terkait untuk menindaklanjuti rapat koordinasi. Program-program di K/L banyak mendukung terkait isu pendidikan dan kebudayaan. Ada Dana Indonesiana untuk program-program seni dan budaya yang telah diinisiasi Kemendikbudristek, dan itu bisa dimaksimalkan”.
“Pemetaan yang dilakukan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa sangat luar biasa, melampaui pemerintah daerah. Itu terlihat dari laman Pemprov Papua bahwa jumlah bahasa daerah hanya tertulis 225 bahasa, sementara data riset Badan Bahasa sudah mencapai 400-an bahasa. Terima kasih untuk perjuangan Badan Bahasa,” ujar Theofransus Litaay mengakhiri pertemuan. (Arsy)