DJABARPOS COM, Bandung – Penerapan insinerator sebagai metode pengelolaan sampah dinilai belum layak dilakukan secara luas di Indonesia. Penilaian tersebut muncul karena masih lemahnya aturan serta kurangnya pengawasan terhadap emisi dan sisa pembakaran yang dihasilkan dari teknologi ini.
Toxic and Zero Waste Program Officer Nexus3 Foundation Annisa Maharani mengatakan, hingga saat ini regulasi yang mengatur penggunaan insinerator, khususnya yang berkapasitas kecil, masih belum memiliki aturan yang ketat.
“Kami tidak menyarankan insinerator digaungkan lebih besar di Indonesia karena regulasinya sangat tidak ketat. Bahkan untuk insinerator skala kecil, regulasinya belum ada,” ujarnya, Sabtu 4 Oktober 2025.
Ia menekankan bahwa pemantauan terhadap partikel halus seperti PM 2.5 serta zat beracun seperti dioksin belum dilaksanakan secara rutin.
“Untuk skala besar saja, monitoring dioksin hanya dilakukan sekali dalam lima tahun,” ungkapnya. Selain itu, sejumlah insinerator berukuran kecil dinilai belum memenuhi ketentuan teknis yang berlaku.
Sebagian perangkat tersebut tidak dilengkapi sistem pengendalian suhu maupun pemantauan otomatis, sehingga proses pembakaran sering kali tidak mencapai suhu 800 derajat celsius — batas minimal yang diperlukan untuk menekan potensi pelepasan zat berbahaya.
Permasalahan lain muncul pada pengelolaan abu sisa pembakaran. Abu tersebut kerap tidak diklasifikasikan sebagai limbah B3, sehingga sering dibuang secara sembarangan tanpa melalui proses penanganan khusus.
“Dari hasil pengambilan 10 sampel abu di 9 insinerator di tiga provinsi, semuanya mengandung dioksin. Secara kandungan, itu seharusnya masuk kategori limbah B3,” tegasnya.
Ia menuturkan, masih terdapat berbagai hal harus diperbaiki sebelum teknologi insinerator bisa diterapkan secara aman.
“Banyak hal harus diperbaiki terlebih dahulu agar insinerator benar-benar bisa mengurangi masalah sampah, bukan menambah,” katanya.
Selain itu, ia menilai bahwa metode pembakaran sampah tidak dapat dijadikan solusi berkelanjutan untuk mengatasi permasalahan sampah. Terlebih, dari hasil pemantauan dalam beberapa tahun terakhir, penerapan insinerator justru menimbulkan berbagai masalah baru.
“Sampah di insinerator banyak yang menumpuk dan tidak hilang, malah menimbulkan masalah tambahan,” tutupnya.
Daripada sampah dibakar melalui insinenator, ia lebih menyarankan pemerintah agar menggencarkan program mengurangi sampah dari sumbernya.
“Kami mendukung upaya menutup keran sampah, yakni dengan mengurangi sampah dari sumbernya dan membatasi jumlah sampah yang masuk ke TPA,” ujarnya.(**)


